Translate

Sabtu, 22 Juli 2017

Rivalitas Andalas

Bila di Jerman ada dua "Penguasa" yang saling "berperang" memenangkan juara Bundesliga, Bayern Munchen vs Borussia Dortmund, Merah vs Kuning.
Maka di Indonesia ada Rivalitas dengan warna yang sama dan (mungkin kebetulan) dalam Satu pulau yang sama pula, Semen Padang vs Sriwijaya FC.

Akan Tetapi, Apabila di Bundesliga, Si Merah, Die Bayern, sangat sering membajak pemain dari pesaing nya (terutama Dortmund). Maka Di Indonesia, hal tersebut dilakukan oleh si Kuning, Sriwijaya FC. Tidak jarang atau bahkan sangat sering Tim "Pembeli Lisensi" ini membajak pemain (yg telah Matang) dari tim lain (terutama Semen Padang).

Buktinya?
Eka Ramdani, Airlangga Sucipto, Yuu Hyun Koo dan yang terbaru: M. Nur Iskandar.

Pemain-pemain tersebut telah sedemikian rupa berkembang di Semen Padang. Terutama Yuu Hyun Koo dan M. Nur Iskandar.

Hyun Koo telah mampu beradaptasi secara penuh dengan persepakbolaan Indonesia. Menjadi seorang "Jenderal" Lapangan tengah yang berkualitas. Bahkan saat di Semen Padang, Ia diangkat menjadi vice-captain.
Tapi apa yang terjadi? Ia dibajak, dan berpindah haluan dari Barat ke Selatan, dari Pantai Padang ke Sungai Musi.
Kehilangan inilah yang menyebabkan SPFC kehilangan sosok "Jenderal" lapangan tengah hingga saat ini. Tak Salah publik Ranah Minang banyak yang menganggap Hyun Koo sebagai seorang "Pengkhianat".

M. Nur Iskandar, sosok penyerang lincah ini merupakan idola publik Ranah Minang semasa membela Semen Padang. Dengan dribbling yang menawan, plus kecepatannya bisa membuat pertahanan tim lawan kocar-kacir.
Kemudian kembali terjadi Pembajakan, disaat Ia dipuja-puji dan diharapkan menjadi penyerang handal di Semen Padang, Ia berpaling ke Laskar Wong Kito. Dari Rendang Padang ke Pempek Palembang.

Sangatlah jelas SFC sering membajak pemain matang dari "Tetangga Sebelah". Entah tujuannya memang untuk memperkuat komposisi pemain yang ada, atau untuk melemahkan "Rival satu Pulau". Atau bisa juga dendam masa lalu saat Laskar Wong Kito tidak mendapat jatah ke Liga Champions Asia, malah Semen Padang yang berlaga di AFC Cup (semasa dualisme kompetisi).

#Respect

Untuk Sebuah Nama

Untuk Sebuah Nama....

Kupejam mata ini,
Di kebisuan malam.
O... mimpi, bawalah dia.
Dalam tidurku...

Untuk sebuah nama..
Rindu tak pernah pudar..
O... mimpi, di mana dia.
Dambaan hati..

Hari ini, 22 Juli 2017. Tepat 19 tahun Usia mu...
Titania Hendryani.
Indah, itulah kesan pertama saat melihat wajahmu...
Sampai saat ini, Tak pernah sedikitpun terlupakan momen itu..
Satu senyuman yang rasanya baru kemarin kulihat...

Untuk Sebuah Nama...
Titania, Selamat Ulang Tahun.
Dimanapun Kamu berada, Ku doakan agar Engkau slalu sehat dan bahagia.

Hingga saat ini,
Aku masih memegang Larangan itu..
Tak akan menginjakkan kaki di wilayah tempatmu tinggal...
Walaupun rasanya begitu berat,
Untukmu aku bersedia...
Asalkan Kau Bahagia..

Untuk Sebuah Nama..
Rindu tak pernah pudar.
Itulah rasa yang ku pendam hingga saat ini..
Rindu, Melihatmu...

Aku Tak Ingin Memilikimu, Saat ini.
Semua hanyalah Fana..
Hanya Melihatmu Aku begitu Rindu.
Walaupun hanya sedetik, sepersekian detik pun.
Tak apa.

Hingga Saat ini,
Dimanakah Dambaan Hati?
Adakah Engkau Masih berada di kota ini?
Ataukah telah jauh melangkah meninggalkan seorang Pemujamu yang Hina ini?

Datanglah..
Walupun Hanya di dalam mimpi,

Biarlah..
Biarlah hanya di dalam mimpi,
Kucumbui bayangan dirimu..

Karena...
Kau satu, segalanya bagiku..
Di antara berjuta di sana..
Kau saja, belahan jiwa ini..
Tak ingin yang lain di sisiku..

Titania,
Senyum mu adalah Bintangku.
Wajahmu adalah Malamku.

Selasa, 11 Juli 2017

Hakikat Ujian

Ujian, Sesuatu yang sakral.
Ujian mengukur seberapa jauh kemampuan Kita.

Mengapa tak dilakukan dengan jujur?? Mengapa harus mencontek??

Semenjak SD, MTsN, MAN, hingga saat ini kuliah di Salah Satu Universitas Islam "terbaru" di Kota Padang, selalu saja ada teman yang mencontek dan memberi contekan.
Kenapa?? Tradisi? Budaya? Bentuk Solidaritas???

Ironi. Mungkin karena inilah kemajuan tak signifikan terjadi di Bumi Pertiwi. Mungkin karena "bibit Plagiatisme" inilah Indonesia tak memiliki Inovasi yang aplikatif massal. Mencontek! Men-jiplak hasil pikiran orang lain!

Apa yang Kita dapatkan dengan mencontek??
Memang dengan berbuat "nakal" tersebut setidaknya saat ujian bisa mendapat nilai yang baik. Tapi kepuasannya? Rasa bangga atas nilai tersebut? Cuih.... hanyalah milik orang lain. Nilai dari orang lain.

Mungkin dalam pikiran Kita, ujian hanyalah untuk mendapatkan nilai dan lulus.
Tapi, cobalah berpikir. Secara lebih jauh, ujian itu sebenarnya untuk memberitahu kita bahwa "Seharusnya" Menguasai KONSEP yang diujiankan. Ingat: MENGUASAI. Bukan Menghafal. Apabila konsep telah dikuasai tak perlu lagi menghafal. Cukup dengan redaksi yang komunikatif, maka Intisari jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan tersebut akan dijawab dengan Tuntas.

Jadi, yang perlu kita renungkan ialah: Ujian ini sebenarnya untuk apa? Untuk mencari nilai kah? Atau membuat Kita menguasai Konsep?

Semoga Kita Selalu Berada dalam Jalan Yang Benar.
Semoga Kita Segera Bertaubat dan Mulai Melihat Kemampuan Diri Sendiri dengan lebih Bangga.
#Respect