Translate

Selasa, 13 Februari 2018

Kampus III UIN Imam Bonjol Padang, Dimana "Jalan yang Penuh Kerikil Tajam" Bukanlah bermakna Kiasan

Lambang IAIN Imam Bonjol
Lambang UIN Imam Bonjol

UIN Imam Bonjol adalah salah satu universitas di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Universitas ini berdiri pada tanggal 29 November 1966 dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol. Terdiri atas empat fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah di Padang, Ushuluddin di Padang Panjang, Syariah di Bukittinggi dan Adab di Payakumbuh. Semenjak tahun 1976, lima fakultas tersebut dipusatkan di Kota Padang. Namun, Fakultas Syariah dan Tarbiyah masih tetap dipertahankan sebagai fakultas cabang di daerah masing-masing. Berdasarkan Perpres No. 35 tahun 2017, secara resmi IAIN Imam Bonjol berubah nama menjadi UIN Imam Bonjol

UIN Imam Bonjol Padang saat ini memiliki tiga lokasi kampus perkuliahan. Kampus I berada di Jl. Jenderal Sudirman, dimana merupakan lokasi perkuliahan untuk mahasiswa pascasarjana.
Kampus II berada di Kelurahan Lubuk Lintah, Kecamatan Kuranji, dimana merupakan lokasi perkuliahan untuk lima fakultas; Tarbiyah dan Keguruan, Syariah dan Ilmu Hukum, Ushuluddin dan Studi Agama, Adab dan Humaniora, serta Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Sementara itu, kampus III UIN Imam Bonjol Padang berlokasi di Sungai Bangek, Kecamatan Koto Tangah. Kampus ini merupakan lokasi perkuliahan untuk mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) yang terdiri dari dua jurusan; Ekonomi Syariah dan Manajemen Perbankan Syariah.

Pemandangan Kampus III UIN Imam Bonjol
Kampus III UIN Imam Bonjol Padang berlokasi di pinggiran kota. Kampus ini terletak di Kelurahan Sungai Bangek, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan Kabupaten Padang Pariaman. Jarak tempuh menuju lokasi kampus sekitar 20 KM dari pusat kota. sementara jarak menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM) sekitar 14 KM. Hal ini semakin menegaskan keberadaan kampus yang terletak di daerah pinggiran Kota Padang.

Apabila hendak menuju ke kampus III UIN Imam Bonjol Padang ini, memerlukan usaha yang sedikit lebih. Hal ini dikarenakan sarana transportasi dan kondisi jalan menuju lokasi kampus masih terbatas. Dari Pusat Kota, untuk menuju kampus ini terlebih dahulu melalui jalan By Pass arah ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM), kemudian masuk ke Simpang Parak Buruak (ditandai dengan Plang SMA 13 Padang, arah kanan). Kemudian lurus sampai bertemu simpang 3, lalu tetap terus lurus.
Simp. 3, Pilih Jalan Yang Lurus
Kemudian stelah itu sampai di Simpang 4, belok ke kiri.
Simp. 4, belok ke kiri
Terus Lurus sampai bertemu gapura Mushalla, belok ke kanan.
Gapura Mushalla, Belok Kanan
Kemudian terus lurus hingga sampai ke Kampus III UIN Imam Bonjol Padang.
(NB: Harap berhati-hati karena kondisi jalan yang belum layak)

Apabila dilihat dari jauh, Gedung Kampus III UIN Imam Bonjol Padang terlihat begitu megah. Sepasang gedung elegan diantara bukit yang masih hijau dan alami, menciptakan pemandangan yang cukup eksotis. 

Kampus ini terdiri atas 2 gedung perkuliahan, yaitu gedung A dan B (Gedung A terletak di depan gedung B).
Gedung A dan B
Penghubung diantara dua gedung tersebut adalah anak tangga yang memiliki kemiringan yang cukup ekstrim.
Tangga Penghubung gedung A dan B
Gedung A Kampus III UIN Imam Bonjol Padang terdiri atas 4 lantai. Lantai pertama (dasar) digunakan sebagai Lobby, Ruang Pelayanan Akademik dan Kemahasiswaan, Ruang Dosen, Ruang Pegawai dan Karyawan, Ruang Pimpinan, Ruangan Organisasi Kegiatan Mahasiswa dan Galeri Investasi Syariah.
Gedung A Kampus III UIN Imam Bonjol

Lobby Gedung A

Galeri Investasi Syariah
Lantai 2 terdiri atas ruangan perkuliahan (6 kelas), Mushalla Laki-laki, dan Mushalla Perempuan.
Koridor lantai 2

Ruangan Perkuliahan

Mushalla Laki-laki
Lantai 3 juga terdiri atas ruangan perkuliahan (5 kelas) dan perpustakaan.
Perpustakaan Fakultas
Sementara lantai 4 digunakan sebagai Aula.
Lantai 4, Aula.
Keempat lantai di gedung A memiliki masing-masing Toilet / WC di sudut kiri dan kanan gedung.

Tidak jauh berbeda dengan Gedung A, Gedung B Kampus III UIN Imam Bonjol Padang juga memiliki fungsi dan jumlah ruangan yang hampir sama. Perbedaanya adalah Gedung B hanya dipakai untuk kegiatan perkuliahan (lantai 2 dan 3). sementara lantai pertama (dasar) dan lantai 4 masih belum difungsikan, serta juga tidak terdapat mushalla di lantai 2 dari gedung ini.
Gedung B Kampus III UIN Imam Bonjol
Dalam hal Ekonomi, untuk menunjang kegiatan konsumsi mahasiswa/i dalam masa perkuliahan di Kampus III UIN Imam Bonjol, terdapat beberapa warung makan dan kedai di sepanjang sejajar gedung A. beberapa menu yang tersedia seperi Nasi Goreng, Mie Rebus, Mie Goreng dan lain sebagainya. Selain itu, juga terdapat rumah makan / ampera yang harganya cukup sesuai dengan kantong mahasiswa.
Warung dan Kedai di Kampus III UIN Imam Bonjol
Kondisi Perkuliahan di Kampus III UIN Imam Bonjol Padang dapat dikatakan cukup kondusif. Mahasiswa/i menjalani kegiatan perkuliahan dengan cukup optimis dan antusias, meskipun tidak sedikit yang mengeluhkan kondisi yang terjadi. Hal yang dikeluhkan seperti Teman yang ditemui itu-itu terus, Kondisi Jalan yang tak kunjung layak dan berbahaya, sarana transportasi yang terbatas (Bus Kampus dan Bus Pemko). Namun, meskipun dengan segala kekurangannya, mereka tetap berfikir positif dan terus berjuang demi suatu kehidupan yang lebih baik di masa depan kelak.

No Pain No Gain menjadi motivasi mereka melewati hari-hari berat perkuliahan. Batu dan Kerikil Tajam menjadi cambuk pelecut semangat untuk tidak menyerah dalam keadaan terasing mereka.
kondisi jalan menuju Kampus III UIN Imam Bonjol Padang
Sarana Transportasi Dari dan Menuju ke Kampus III UIN Imam Bonjol Padang

Jalan Penuh Kerikil Tajam Bukanlah Makna Kiasan Disini, Bung!!

Sabtu, 22 Juli 2017

Rivalitas Andalas

Bila di Jerman ada dua "Penguasa" yang saling "berperang" memenangkan juara Bundesliga, Bayern Munchen vs Borussia Dortmund, Merah vs Kuning.
Maka di Indonesia ada Rivalitas dengan warna yang sama dan (mungkin kebetulan) dalam Satu pulau yang sama pula, Semen Padang vs Sriwijaya FC.

Akan Tetapi, Apabila di Bundesliga, Si Merah, Die Bayern, sangat sering membajak pemain dari pesaing nya (terutama Dortmund). Maka Di Indonesia, hal tersebut dilakukan oleh si Kuning, Sriwijaya FC. Tidak jarang atau bahkan sangat sering Tim "Pembeli Lisensi" ini membajak pemain (yg telah Matang) dari tim lain (terutama Semen Padang).

Buktinya?
Eka Ramdani, Airlangga Sucipto, Yuu Hyun Koo dan yang terbaru: M. Nur Iskandar.

Pemain-pemain tersebut telah sedemikian rupa berkembang di Semen Padang. Terutama Yuu Hyun Koo dan M. Nur Iskandar.

Hyun Koo telah mampu beradaptasi secara penuh dengan persepakbolaan Indonesia. Menjadi seorang "Jenderal" Lapangan tengah yang berkualitas. Bahkan saat di Semen Padang, Ia diangkat menjadi vice-captain.
Tapi apa yang terjadi? Ia dibajak, dan berpindah haluan dari Barat ke Selatan, dari Pantai Padang ke Sungai Musi.
Kehilangan inilah yang menyebabkan SPFC kehilangan sosok "Jenderal" lapangan tengah hingga saat ini. Tak Salah publik Ranah Minang banyak yang menganggap Hyun Koo sebagai seorang "Pengkhianat".

M. Nur Iskandar, sosok penyerang lincah ini merupakan idola publik Ranah Minang semasa membela Semen Padang. Dengan dribbling yang menawan, plus kecepatannya bisa membuat pertahanan tim lawan kocar-kacir.
Kemudian kembali terjadi Pembajakan, disaat Ia dipuja-puji dan diharapkan menjadi penyerang handal di Semen Padang, Ia berpaling ke Laskar Wong Kito. Dari Rendang Padang ke Pempek Palembang.

Sangatlah jelas SFC sering membajak pemain matang dari "Tetangga Sebelah". Entah tujuannya memang untuk memperkuat komposisi pemain yang ada, atau untuk melemahkan "Rival satu Pulau". Atau bisa juga dendam masa lalu saat Laskar Wong Kito tidak mendapat jatah ke Liga Champions Asia, malah Semen Padang yang berlaga di AFC Cup (semasa dualisme kompetisi).

#Respect

Untuk Sebuah Nama

Untuk Sebuah Nama....

Kupejam mata ini,
Di kebisuan malam.
O... mimpi, bawalah dia.
Dalam tidurku...

Untuk sebuah nama..
Rindu tak pernah pudar..
O... mimpi, di mana dia.
Dambaan hati..

Hari ini, 22 Juli 2017. Tepat 19 tahun Usia mu...
Titania Hendryani.
Indah, itulah kesan pertama saat melihat wajahmu...
Sampai saat ini, Tak pernah sedikitpun terlupakan momen itu..
Satu senyuman yang rasanya baru kemarin kulihat...

Untuk Sebuah Nama...
Titania, Selamat Ulang Tahun.
Dimanapun Kamu berada, Ku doakan agar Engkau slalu sehat dan bahagia.

Hingga saat ini,
Aku masih memegang Larangan itu..
Tak akan menginjakkan kaki di wilayah tempatmu tinggal...
Walaupun rasanya begitu berat,
Untukmu aku bersedia...
Asalkan Kau Bahagia..

Untuk Sebuah Nama..
Rindu tak pernah pudar.
Itulah rasa yang ku pendam hingga saat ini..
Rindu, Melihatmu...

Aku Tak Ingin Memilikimu, Saat ini.
Semua hanyalah Fana..
Hanya Melihatmu Aku begitu Rindu.
Walaupun hanya sedetik, sepersekian detik pun.
Tak apa.

Hingga Saat ini,
Dimanakah Dambaan Hati?
Adakah Engkau Masih berada di kota ini?
Ataukah telah jauh melangkah meninggalkan seorang Pemujamu yang Hina ini?

Datanglah..
Walupun Hanya di dalam mimpi,

Biarlah..
Biarlah hanya di dalam mimpi,
Kucumbui bayangan dirimu..

Karena...
Kau satu, segalanya bagiku..
Di antara berjuta di sana..
Kau saja, belahan jiwa ini..
Tak ingin yang lain di sisiku..

Titania,
Senyum mu adalah Bintangku.
Wajahmu adalah Malamku.

Selasa, 11 Juli 2017

Hakikat Ujian

Ujian, Sesuatu yang sakral.
Ujian mengukur seberapa jauh kemampuan Kita.

Mengapa tak dilakukan dengan jujur?? Mengapa harus mencontek??

Semenjak SD, MTsN, MAN, hingga saat ini kuliah di Salah Satu Universitas Islam "terbaru" di Kota Padang, selalu saja ada teman yang mencontek dan memberi contekan.
Kenapa?? Tradisi? Budaya? Bentuk Solidaritas???

Ironi. Mungkin karena inilah kemajuan tak signifikan terjadi di Bumi Pertiwi. Mungkin karena "bibit Plagiatisme" inilah Indonesia tak memiliki Inovasi yang aplikatif massal. Mencontek! Men-jiplak hasil pikiran orang lain!

Apa yang Kita dapatkan dengan mencontek??
Memang dengan berbuat "nakal" tersebut setidaknya saat ujian bisa mendapat nilai yang baik. Tapi kepuasannya? Rasa bangga atas nilai tersebut? Cuih.... hanyalah milik orang lain. Nilai dari orang lain.

Mungkin dalam pikiran Kita, ujian hanyalah untuk mendapatkan nilai dan lulus.
Tapi, cobalah berpikir. Secara lebih jauh, ujian itu sebenarnya untuk memberitahu kita bahwa "Seharusnya" Menguasai KONSEP yang diujiankan. Ingat: MENGUASAI. Bukan Menghafal. Apabila konsep telah dikuasai tak perlu lagi menghafal. Cukup dengan redaksi yang komunikatif, maka Intisari jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan tersebut akan dijawab dengan Tuntas.

Jadi, yang perlu kita renungkan ialah: Ujian ini sebenarnya untuk apa? Untuk mencari nilai kah? Atau membuat Kita menguasai Konsep?

Semoga Kita Selalu Berada dalam Jalan Yang Benar.
Semoga Kita Segera Bertaubat dan Mulai Melihat Kemampuan Diri Sendiri dengan lebih Bangga.
#Respect

Rabu, 15 Juni 2016

Mahasiswi Terserang Sesak Nafas saat Ujian Akhir Semester

Seorang mahasiswi di salah satu PTN "Favorit" di Lubuk Lintah diberitakan mengalami sesak nafas dan kejang-kejang saat Ujian Akhir Semester. Mahasiswi yang diketahui berinisial I (20) mengalami "sakaratul maut" saat Ujian Akhir Semester mata kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Beliau dikenal di mata teman-temannya sebagai mahasiswi yang pintar dan rajin beribadah.

Menurut keterangan saksi yang tak ingin disebutkan namanya, Beliau mengalami sesak nafas sesaat setelah masuk kelas. sebelumnya Beliau meminta izin ke dosen pengawas untuk ke luar kelas. Kemudian setelah masuk kembali dan mencoba menjawab soal-soal ujian akhir semester, tiba-tiba Beliau terkulay jatuah dan mengalami kejang-kejang. Hal ini membuat penghuni kelas "panik" dan memanfaatkan keadaan.

Hingga berita ini ditulis, Sang Mahasiswi diketahui telah sadar dan bisa beraktivitas dengan lincah seperti sedia kala. Asumsi yang beredar mengatakan bahwa musibah yang dialami mahasiswi tersebut karena soal-soal ujian mata kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis yang dikerjakannya tergolong sangat berat dan mengagumkan.


NB: Cerita ini bukan hanya fiktif belaka. Sebagian cerita memang ada benarnya. Namun, jangan terlalu serius menanggapi cerita ini...

Selasa, 26 April 2016

Ironi Mengurus SIM

Apabila Anda memiliki kepentingan untuk mengurus SIM di Polresta daerah Anda tinggal, terdapat suatu pemahaman yang harus diluruskan. Pemahaman itu adalah perbedaan definisi antara Calo dengan "Polisi Penolong".

Pada saat mengurus SIM (Surat Izin Mengemudi), baik pembuatan baru, perpanjangan maupun mengurus kehilangan. terdapat perbedaan makna antara Calo dengan "Polisi Penolong". Calo adalah Orang yang menyediakan "jasa" pengurusan SIM tetapi Ia berada di luar lingkaran Institusi tersebut. sedangkan "Polisi Penolong" adalah orang yang menawarkan Jasa Pengurusan SIM dan Ia berada dalam lingkaran Institusi tersebut.

Suatu hal yang menarik bagi Kita bukanlah Calo vs "Polisi Penolong". Namun, lebih memfokuskan pada Peran Keterlibatan "Polisi Penolong" dalam pengurusan SIM. seperti yg kita ketahui pengurusan SIM memiliki berbagai tahapan. terkadang tahapan tersebut memakan waktu yg lama, bisa berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu, di situlah peran "Polisi Penolong". mereka menyebut hanya untuk "menolong" memperpendek dan mempermudah pengurusan tsb.

Setali tiga uang dengan itu, org yg mengurus SIM juga merasa "terbantu" dengan hal tersebut. jadilah bertemu api dengan panggang. tak ada lagi rasa bersalah telah men- "zalimi" prosedur yg sebenarnya.

Harga yg dipatok oleh Si Penyedia Jasa juga beragam. tergantung bagaimana kemampuan negosiasi Kita dengan Mereka. Umumnya harga yg dipatok adalah diatas Rp. 120.000,-

sesungguhnya,
siapa pihak yang salah disini? apakah Kita? atau Mereka?

Apabila ditelaah lebih dalam, tak ada pihak yg bersalah. satu sisi Orang yg mengurus SIM ingin pengurusannya cepat. di sisi lain "Polisi Penolong" juga ingin memiliki Umega (Usaha Menambah Gaji). Mereka tidak menganggap itu sebagai tindakan pidana. melainkan itu adalah salah satu cara melayani dan mengayomi masyarakat sebagaimana motto mereka.

Jadi, satu hal yg perlu Kita luruskan yaitu apabila Kita mengurus SIM dan bertemu dengan kepentingan "Polisi Penolong", Kita tidak perlu menganggap hal itu sbg dosa dan hal yg tak baik. kita memiliki pilihan, apakah memanfaatkan jasa nya atau boleh mengikuti tahapan konvensional, tahapan yg seharusnya. apabila memanfaatkan jasa tersebut, Kita menjadi lebih cepat dlm pengurusan SIM. tetapi apabila menggunakan cara Konvensional, akan lebih lama. Namun, terdapat kepuasan bathin bahwa Kita memang org yg pantas mendapatkan SIM tersebut karena telah melalui berbagai tahapan dan serangkaian tes yg ada.

So, silahkan pilih yang mana...

Selasa, 12 April 2016

Jalani Hidup Seperti Air Mengalir

prinsip itu hanyalah bagi org yg tidak memiliki perencanaan.

Alhamdulillah kalau air itu mengalir ke sawah. bisa utk membuat padi tumbuh. bahkan apabila air tsb mengalir ke ladang, bisa menumbuhkan berbagai tumbuhan yang sehat.

Tapi jika air itu mengalir ke selokan dan menjadi sarang nyamuk DBD??
sungguh sangat buruk!!
apabila di ibaratkan ke manusia, Ia menjadi sampah masyarakat. menjadi cemas masyarakat jika Ia ada.

oleh karena itu, persiapkan selalu apa yang akan dilakukan dalam hidup ini, khusus nya dalam hal-hal yang esensial dan penting.

(intisari khutbah Jumat beberapa bulan yang lalu)